Materi ini mengelaborasi dasar-dasar hukum pembatalan lelang dalam praktik lelang negara, sebagaimana diatur dalam Pasal 44 Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 122 Tahun 2023, serta didukung oleh yurisprudensi Mahkamah Agung (Putusan No. 112 K/Pdt/1997). Pembatalan lelang dapat dilakukan baik melalui permintaan penjual, intervensi pejabat lelang, maupun atas dasar penetapan atau putusan pengadilan.
Materi ini menyusun kerangka hukum dan praktik yang menjelaskan secara rinci kondisi-kondisi yang dapat menjadi alasan sah pembatalan lelang, antara lain:
- Permintaan Penjual, termasuk ketidaklengkapan dokumen lelang, ketidakhadiran dalam pelaksanaan, atau pelanggaran prosedur pengumuman lelang;
- Ketiadaan Legalitas Formil, seperti tidak adanya dokumen kepemilikan atas objek lelang, termasuk sertifikat tanah atau bangunan;
- Status Hukum Objek Lelang, misalnya objek lelang dalam status sita pidana atau blokir dari penyidik/penuntut umum;
- Tergugat Pihak Ketiga, yakni adanya gugatan dari pihak selain debitur atas objek lelang eksekusi hak tanggungan;
- Pelanggaran Prosedural, seperti surat pemberitahuan lelang yang dikirim kurang dari lima hari kerja, nilai limit yang tidak sesuai, atau gangguan teknis dalam lelang daring;
- Keadaan Kahar (force majeure) sebagai alasan pembatalan di luar kendali para pihak.
Selain aspek normatif administratif, materi ini menekankan pentingnya yurisprudensi sebagai sumber hukum sekunder. Putusan Mahkamah Agung No. 112 K/Pdt/1997 menegaskan bahwa pelelangan dapat dibatalkan apabila terdapat:
- Harga lelang yang jauh di bawah nilai agunan atau hak tanggungan,
- Pemenang lelang adalah pegawai dari pihak pemohon lelang, sehingga menimbulkan konflik kepentingan dan cacat etis.
Dengan demikian, pengetahuan ini menggambarkan bahwa dalam ranah hukum lelang, legalitas formal, prinsip keadilan prosedural, dan perlindungan kepentingan pihak ketiga menjadi dasar penting dalam pengujian sah atau tidaknya suatu pelaksanaan lelang. Pengetahuan ini sangat relevan untuk mendorong tata kelola lelang negara yang adil, akuntabel, serta bebas dari konflik kepentingan, sejalan dengan prinsip hukum progresif