PERLUASAN PEMANFAATAN INSTRUMEN SBSN UNTUK PEMBIAYAAN PROYEK BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 16 TAHUN 2023 TENTANG PEMBIAYAAN PROYEK MELALUI PENERBITAN SBSN

Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) atau yang dikenal dengan istilah Sukuk Negara merupakan bagian dari Surat Berharga Negara (SBN) yang diterbitkan oleh pemerintah sebagai salah satu cara untuk membiayai kebijakan dan programnya. Sebagai instrumen keuangan, SBSN/Sukuk Negara dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2008 tentang  Surat Berharga Syariah Negara (UU 19/2008) didefinisikan sebagai surat berharga negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap Aset SBSN, baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing. Adapun tujuan dari diterbitkannya SBSN/Sukuk Negara,  yaitu untuk membiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) secara umum (general financing) dan  menutupi defisit anggaran, serta secara khusus digunakan membiayai pembangunan proyek pemerintah (project financing) yang telah dialokasikan dalam APBN.

Pembiayaan Proyek melalui penerbitan SBSN/Sukuk Negara merupakan salah satu tahapan yang diharapkan dapat menjadi pendorong tercapainya tujuan pembangunan nasional. Tidak hanya itu, dalam rangka mencapai sasaran pembangunan pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2025-2029, Pemerintah tentunya membutuhkan pembiayaan yang cukup besar dalam memenuhi kebutuhan tersebut. Pemerintah memanfaatkan berbagai sumber pendanaan pembangunan yang ada, salah satunya melalui penerbitan SBSN/Sukuk Negara guna pembiayaan proyek publik.

Cakupan dan Kriteria Proyek Yang Dapat Dibiayai melalui SBSN

Penerbitan SBSN/Sukuk Negara dalam rangka pembiayaan proyek dilakukan berdasarkan ketentuan UU 19/2008 dan Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2011 tentang Pembiayaan Proyek melalui Penerbitan SBSN (PP 56/2011), yang saat ini telah dirubah dan dicabut dengan Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2023 tentang Pembiayaan Proyek melalui Penerbitan SBSN (PP 16/2023). Dalam Pasal 10 PP tersebut, diatur mengenai cakupan proyek yang dapat dibiayai melalui penerbitan SBSN, sebagai berikut:

  1. Pembangunan infrastruktur, meliputi pekerjaan konstruksi untuk membangun, atau meningkatkan kemampuan infrastruktur dan/atau kegiatan pengelolaan infrastruktur dan/atau pemeliharaan infrastruktur dalam rangka meningkatkan kemanfaatan infrastruktur. Proyek infrastruktur, antara lain proyek dalam sektor energi, telekomunikasi, perhubungan, pertanian, industri manufaktur, dan perumahan rakyat.
  2. Penyediaan pelayanan umum, yaitu kegiatan yang dilakukan dalam bentuk penyediaan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa dalam rangka mendukung fungsi kemanfaatan umum dengan tidak semata-mata mencari keuntungan. Penyediaan pelayanan umum yang dapat dilaksanakan oleh Pemrakarsa Proyek sesuai dengan kewenangan yang dimiliki Pemrakarsa Proyek sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
  3. Pemberdayaan industri dalam negeri, yaitu kegiatan yang dilakukan dengan tujuan untuk mendorong peningkatan industri dalam negeri dan/atau penggunaan produksi dalam negeri; dan/atau
  4. Pembangunan lain sesuai dengan kebijakan strategis Pemerintah, yaitu Kegiatan/Proyek dalam rangka mendukung pencapaian Proyek prioritas nasional yang tercantum dalam dokumen perenca.naan nasional.

Selain itu, proyek-proyek yang akan dibiayai melalui penerbitan SBSN/Sukuk Negara harus memenuhi kriteria proyek diantaranya, seperti proyek harus sesuai dengan prinsip syariah yang ditetapkan oleh Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI Nomor 01/DSN-MUI/III/2012 tentang Kriteria Proyek Sesuai dengan Prinsip Syariah), merupakan proyek Kementerian/Lembaga, Pemda atau BUMN, proyek sesuai dengan prioritas RPJMN, dan memenuhi kriteria kesiapan serta kelayakan proyek dari Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan (Bappenas). 

Kebijakan Perluasan Pemanfaatan Instrumen SBSN kepada Pemda dan BUMN 

Dalam PP 16/2023, telah diatur perluasan pemanfaatan instrument SBSN untuk pembiayaan proyek sehingga tidak hanya terbatas untuk belanja Kementerian/Lembaga (proyek pemerintah pusat saja), melainkan ke depan terdapat potensi dimana Pemerintah Daerah (Pemda) dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dapat memanfaatkan isntrumen SBSN untuk pembiayaan proyek melalui mekanisme penerusan SBSN (Pasal 5 ayat (2)). Artinya terdapat perluasan cakupan pemrakarsa proyek SBSN dari yang semula dalam PP 56/2011 hanya terbatas untuk Kementerian/Lembaga (K/L), kemudian menjadi Kementerian/Lembaga (K/L), Pemda dan BUMN. Hal ini tentunya penting, mengingat pelaksana pembangunan tidak hanya dilakukan oleh Kementerian/Lembaga (K/L) melainkan juga oleh Pemda dan BUMN. 

Pembiayaan proyek penerusan SBSN kepada Pemda dilakukan melalui mekanisme pinjaman daerah, dan itu hanya diperuntukan untuk jenis pinjaman kegiatan (Pasal 27 ayat (2)). Adapun proyek yang dilaksanakan oleh Pemda merupakan proyek yang menjadi urusan Pemda, baik itu berupa proyek pembangunan infrastruktur, penyediaan pelayanan umum, pemberdayaan industri dalam negeri dan lain-lain, termasuk proyek yang merupakan dukungan atau partisipasi Pemda dalam pelaksanaan Kerjasama Pemerintah Daerah Badan Usaha (KPDBU) dan/atau Pembiayaan Terintegrasi dan/atau dukungan pelaksanaan dari kebijakan strategis Pemerintah lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pemda dapat meneruskan kembali penerusan SBSN kepada Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dengan catatan bahwa Pemda harus bertanggung jawab atas keberhasilan pelaksanaan proyek dan pemenuhan kewajiban sesuai dengan ketentuan/kesepakatan yang diatur dalam perjanjian penerusan SBSN (Pasal 28 ayat (1) dan ayat (2)). Dalam hal Pemda sebagai penerima penerusan SBSN tidak memenuhi kewajibannya sesuai dengan perjanjian penerusan SBSN, maka terhadap Pemda tersebut akan dikenakan sanksi, berupa dilakukan pemotongan Dana Alokasi Umum (DAU) dan/atau Dana Bagi Hasil (DBH) yang menjadi hak daerah tersebut oleh Menteri Keuangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (Pasal 36). Dengan demikian, secara prinsip Penerusan SBSN kepada Pemda yang diteruskan kembali kepada BUMD hanya bisa dilaksanakan melalui Pemda yaitu pengusulannya diajukan oleh Kepala Daerah, dan tidak bisa oleh BUMD secara langsung kepada Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan (Bappenas) dengan tembusan kepada Menteri Keuangan serta dilakukan sebelum ditetapkannya Daftar Prioritas Proyek (DPP) SBSN (Pasal 28 ayat (3)). Selain itu, usulan kegiatan/proyek penerusan SBSN yang hendak diusulkan oleh Pemda harus terlebih dahulu mendapatkan pertimbangan dari Menteri Dalam Negeri dan persetujuan dari Menteri Keuangan untuk proyek penerusan SBSN.

Sementara itu untuk untuk proyek penerusan SBSN kepada BUMN, dilakukan melalui 2 mekanisme, yaitu pemberian pinjaman dan/atau investasi pemerintah sebagaimana ketentuan Pasal 29 ayat (1). Pemberian pinjaman kepada BUMN dilakukan secara langsung oleh Pemerintah kepada BUMN dalam hal dukungan pelaksanaan penugasan Pemerintah kepada BUMN. Sedangkan apabila melalui inverstasi pemerintah, itu hanya dapat dilakukan untuk investasi langsung berupa pemberian pinjaman (terbatas hanya untuk pembiayaan dalam rangka pelaksanaan proyek/kegiatan pada BUMN itu sendiri), kerja sama investasi (termasuk antara lain penyertaan pembiayaan berdasarkan pembagian atas hasil usaha profit/revenue sharing, dan/atau bentuk investasi langsung lainnya/ investasi yang bersifat non permanen). Investasi pemerintah tersebut dilakukan melalui BUMN yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan sebagai operator investasi pemerintah dan dilakukan dalam hal dukungan atau partisipasi BUMN dalam pelaksanaan KPBU dan/atau pembiayaan terintegrasi dan/atau pelaksanaan dari kebijakan strategis pemerintah sebagaimana ketentuan Pasal 29 ayat (4) dan ayat(6). Selain itu, penerusan SBSN kepada BUMN melalui skema investasi pemerintah dilaksanakan dengan mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang investasi pemerintah.

Secara prosedur pengusulan, usulan proyek penerusan SBSN kepada BUMN mirip dengan Pemda. Hanya saja untuk proyek penerusan SBSN ke BUMN, usulannya disampaikan oleh Direksi BUMN kepada Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan (Bappenas) dengan ditembuskan kepada Menteri Keuangan dan harus terlebih dahulu telah mendapatkan: (i) persetujuan dari Menteri BUMN atau Menteri Keuangan (untuk BUMN yang berada di bawah pembinaan dan pengawasan Menteri Keuangan). sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan (ii) persetujuan dari Menteri Keuangan untuk Penerusan SBSN sebagaimana ketentuan Pasal 19.

Sumber : https://rechtsvinding.bphn.go.id/?page=artikel&berita=1015

Scroll to Top